di stasiun kekasihku,
mungkin kereta hanya mengenal pergi—sementara keberangkatan dan kepulangan
bukan milik kita, mungkin juga seorang masinis acuh dengan rindu yang memenuhi gerbong-gerbongnya:
gelisah yang sewaktu-waktu berubah jadi ular dan anjing, tetapi semoga para
penumpang berusaha belajar tahu bagaimana menangkap ingatan dari jendela saat
kereta melesat pergi
pohon dan rumah-rumah
yang seolah mundur bisa saja mencuri setitik demi setitik debu di tubuh
penumpang yang sedikit menahan cemas pada stasiun-stasiun berikutnya
di stasiun kekasihku,
mungkin ada ungkap yang tidak didengar oleh siapapun: “bila siang dan malam
langit bisa kita padamkan tanpa matahari dan bulan,” mungkin itu katamu,
mungkin juga kataku, tapi tentu bukan kata calon penumpang yang menghitung
nasibnya sendiri di antrean panjang loket karcis
di stasiun, mungkin
sebagian orang tidak mengenal kita, mungkin juga mereka pura-pura tidak melihat
kita, atau mungkin hanya kursi panjang dan antrian panjang di loket karcis
mereka perhatikan, mungkin mereka tidak tahu—setidaknya belum tahu—bahwa kita
hanya sepasang rel yang terus memanjang
ke kota mereka
masing-masing.
2012
Langit-Langit Sebuah Kamar
:120
dulu kita memang tidak
sempat menggambar kota pada kanvas. tetapi kini, kota kita gagahi seperti
perempuan dan pasar malam, merebut lenguh sampai subuh
kamu begitu lincah
merapal warna apa yang cocok buat langit-langit kamar yang sedang mendung,
pasti bukan cokelat, merah juga bukan, ataupun biru, apalagi hijau, dan ungu
tidak mungkin
kamu juga pernah
bertanya, apakah langit-langit kamar juga menyimpan hujan dan petirnya? kujawab
punya, karena semua yang bernama langit pasti ada kitab dan malaikatnya
kemudian kamu memandang
lekat langit-langit kamar, tak mau lelap, entah sampai kapan, mungkin sampai
tahun depan. selanjutnya kamu termenung di balik gorden, kamu perlu telanjang
untuk mengenal tuhan, tetapi kamu bilang tuhan tidak datang saat pagi menjelang
siang, “biasanya tuhan mengintip di lipatan gorden atau di atas lemari yang
berdebu saat kamu merayakan ulang tahun,”
entah mengapa, tiba-tiba
kamu bahagia dengan apa saja, termasuk membaca musim di langit-langit kamar,
apalagi menggambar kota lengkap dengan langit, hujan, dan petirnya, kamu selalu
tersenyum
entah sampai kapan, mungkin sampai tahun depan.
2012-06-02