sajak ini masuk dalam buku Sauk Seloko (Jambi International Poet Ghatering 2012)
hikayat
perahu ba’
jangan
kau lempar sauh saat subuh, katamu mengasah diamku. sementara yang diam tak
usai menghitung jarak. “laut itu laut sampan ayahmu. perahunya adalah perahu ba’. dan alif yang
merobek dadamu adalah tiangnya.”
tapi
tak ada ikan yang mesti ditangkap. atau laut yang mesti kita singkap? sudahlah
bang, akan kupinjam tongkat musa esok pagi dan kita belah lautan dengan tangan
sendiri. “sepertinya mati lebih abadi, bang” kataku setelah berebut pesan
dengan angin, “apa yang hendak dikata selain makna, selain cerita masa lalumu?”
dan
semestinya kita sudah buat keranda sebelum siang berpulang mendung. apa mungkin
hidup benar-benar nyata? ah, biar kusulut sebatang hio atas kematian yang
dihidupkan.
Yogyakarta,
2011